Jakarta, 31 Agustus 2025 – Gelombang keresahan publik atas benturan antara aparat dan warga di sejumlah daerah kembali menyeruak ke permukaan. Peristiwa tragis yang menewaskan Affan Kurniawan dan korban lainnya bukan hanya menyisakan duka, tetapi juga memantik keprihatinan akan rapuhnya stabilitas politik dan keamanan. Di tengah situasi yang kian mengkhawatirkan, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP PA GMNI) angkat suara.
Melalui seruan kebangsaan bertajuk “Tegakkan Keadilan, Dengar Suara Rakyat”, DPP PA GMNI menyampaikan lima poin penting sebagai arah moral dan politik. Seruan ini dibacakan sebagai bagian dari komitmen alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia untuk menjaga marwah demokrasi, nilai-nilai Pancasila, serta solidaritas sosial bangsa.
Duka yang Menjadi Titik Balik
Ketua Umum DPP PA GMNI, Prof. Dr. Arief Hidayat, menegaskan peristiwa jatuhnya korban jiwa harus menjadi peringatan keras bagi negara. “Kami berharap seluruh pihak menahan diri, menjaga persatuan, dan memperkuat solidaritas sesama anak bangsa,” demikian pernyataan resmi yang juga ditandatangani Ketua Harian Arudji Wahyono dan Sekretaris Jenderal Dr. Abdy Yuhana.
Menurut mereka, eskalasi benturan yang berulang menunjukkan adanya masalah mendasar dalam komunikasi dan penegakan hukum. Tanpa langkah cepat, transparan, dan adil, potensi perpecahan sosial bisa semakin dalam.
Lima Poin Seruan Kebangsaan
Pertama, pemerintah diminta menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. Aspirasi mahasiswa dan masyarakat harus direspons secara terbuka dengan mekanisme partisipatif, mulai dari rapat dengar pendapat, publikasi kebijakan, hingga kajian sosial-ekonomi yang bisa diakses publik. Investigasi independen, perlindungan saksi, serta sanksi terhadap aparat yang melanggar prosedur dianggap sebagai langkah mendesak.
Kedua, DPP PA GMNI mendesak Presiden Prabowo Subianto memimpin musyawarah nasional. Forum ini diharapkan mempertemukan tokoh agama, adat, akademisi, mahasiswa, serikat pekerja, media, dunia usaha, dan lembaga negara untuk mencari solusi berbasis data. Hasil musyawarah harus jelas: keadilan sosial bagi seluruh rakyat, serta langkah nyata menutup jurang kesenjangan.
Ketiga, menjaga persatuan dan gotong royong dinilai menjadi kunci menghadapi ketidakpastian politik. Alumni GMNI mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi informasi simpang siur yang belum terverifikasi, sembari menegaskan pentingnya merawat demokrasi.
Keempat, para elit negara diminta memberi teladan kesederhanaan dan empati. Pola hidup mewah pejabat publik hanya akan menciptakan jarak sosial dengan rakyat yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi. “Jangan membuat kebijakan yang membebani rakyat,” tegas DPP PA GMNI, sembari menekankan agar prioritas belanja negara tetap diarahkan pada pangan, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Kelima, seruan khusus ditujukan kepada masyarakat untuk menjaga fasilitas publik. Perusakan aset negara, yang sejatinya dibangun dari pajak rakyat, hanya akan menambah penderitaan masyarakat sendiri.
Ajakan Moral-Intelktual
Seruan ini bukan sekadar pernyataan politik, melainkan ajakan moral-intelektual. DPP PA GMNI menekankan bahwa peran alumni kampus perjuangan ini adalah memastikan demokrasi berjalan sesuai nilai Pancasila. Melalui kerja-kerja musyawarah, mediasi sosial, hingga aksi kemanusiaan, mereka bertekad menjaga Indonesia tetap adil, damai, dan beradab.
“Seruan untuk bangsa ini adalah bentuk tanggung jawab kami sebagai bagian dari masyarakat sipil. Kami siap terlibat aktif, bukan hanya mengkritik, tapi juga hadir dalam solusi,” demikian penegasan penutup.
Menjaga Asa di Tengah Gejolak
Di saat berbagai kelompok masyarakat menyuarakan keresahan, DPP PA GMNI menempatkan diri sebagai pengingat sekaligus penggerak agar bangsa tidak kehilangan arah. Suara moral dari organisasi alumni ini diharapkan menjadi penyejuk di tengah panasnya suhu politik dan sosial.
Pertanyaannya kini: apakah seruan ini akan benar-benar didengar, atau hanya menjadi catatan di tengah hiruk pikuk situasi nasional?