Menu

Mode Gelap
Soft Launching Marhaen TV, Sabtu 26 Maret 2022 Mas Tok – Guntur Soekarno : Demokrasi Indonesia itu Demokrasi 50 plus 1 | Bincang Bareng Tokoh 001 GPM Maluku Utara Desak Pertanggungjawaban PLN atas Dugaan Kelalaian di Gane Barat Marhaenisme Bung Karno: Masih Relevan di Zaman Sekarang? Buku Darmo Gandul: Refleksi Kepemimpinan dan Budaya Jawa dalam Sejarah dan Kearifan Lokal

Sosok · 23 Apr 2025 11:39 WIB ·

Hari Bumi 2025: Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa, Eka Santosa: Bapak Langit, Indung Bumi


					Hari Bumi 2025: Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa, Eka Santosa: Bapak Langit, Indung Bumi Perbesar

MARHAEN.ID – BANDUNG:  Pada tanggal 22 April 2025, masyarakat Indonesia memperingati Hari Bumi, namun tidak banyak yang tahu bahwa hari ini memiliki makna yang sangat mendalam. Salah satu tokoh yang menyoroti pentingnya perayaan ini adalah Eka Santosa, Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ). Dalam sebuah wawancara dengan Pikiran Rakyat Jabar, Eka Santosa mengungkapkan bahwa Hari Bumi bukan hanya sekadar peringatan tahunan, melainkan saat yang tepat untuk mengingatkan kita akan tanggung jawab menjaga bumi, yang sudah sepatutnya dihormati dan dilindungi layaknya ibu kandung kita sendiri.

Eka Santosa yang juga merupakan salah satu alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menjelaskan bahwa menurut filosofi Sunda, terdapat pepatah yang sangat relevan dengan momen ini, yaitu “Bapak Langit, Indung Bumi.” “Bapak Langit” menggambarkan kekuasaan Tuhan yang mengatur alam semesta, sementara “Indung Bumi” adalah bumi itu sendiri yang harus kita jaga dan pelihara dengan baik, bukan justru merusaknya. Konsep ini mengajarkan kita untuk memperlakukan bumi dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab, sebagaimana kita memperlakukan ibu kandung kita.

Sebagai seorang aktivis lingkungan dan pelestari alam, Eka Santosa menekankan bahwa tugas menjaga bumi ini bukan hanya menjadi kewajiban pemerintah atau pihak-pihak tertentu, tetapi seluruh lapisan masyarakat, termasuk setiap individu. Ia menilai, Hari Bumi adalah waktu yang tepat untuk merenungkan hubungan kita dengan alam dan apa yang sudah kita lakukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Bumi Sebagai Ibadah dan Tanggung Jawab Keagamaan

Baca Juga :  Prasetyo Hadi: Jejak Alumni GMNI yang Mengukir Sejarah Politik

Eka lebih lanjut menjelaskan, bahwa dalam menjaga bumi, terdapat dimensi spiritual dan keagamaan yang sangat penting. “Hari Bumi mengingatkan kita tentang aspek keimanan kita, tentang keyakinan akan keagungan Tuhan. Kita bukan hanya menyembah Tuhan, tetapi juga harus menjaga dan merawat ciptaan-Nya, yaitu bumi,” ujarnya. Dalam pandangannya, bumi, dengan segala kekayaan alamnya, adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga oleh umat manusia sebagai bentuk ibadah.

Eka menghubungkan pemeliharaan alam dengan ajaran Islam yang menekankan bahwa bumi dan segala isinya adalah amanah dari Tuhan. Menjaga bumi, menurutnya, adalah bagian dari ibadah, yang mencakup perawatan dan pemeliharaan alam demi kelangsungan hidup generasi yang akan datang. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengabaikan pentingnya pelestarian alam dan hutan.

Hutan dan Sungai sebagai Sumber Kehidupan

Salah satu topik yang paling ditekankan Eka Santosa dalam wawancara tersebut adalah pentingnya melestarikan hutan dan sungai. Menurutnya, hutan adalah salah satu komponen utama yang menjaga keseimbangan kehidupan di bumi. Hutan memiliki peran vital dalam menyerap karbon dioksida, mengatur iklim, serta menjadi habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna. Oleh karena itu, hutan harus dilindungi dan bukan malah dihancurkan atau dieksploitasi tanpa pertimbangan.

Eka memberikan penekanan khusus pada pengelolaan hutan dengan konsep yang jelas, seperti Hutan Tutupan, Hutan Garapan, Hutan Titipan, dan Hutan Cadangan. Konsep-konsep ini, menurut Eka, adalah cara untuk memastikan bahwa setiap jenis hutan memiliki fungsi yang sesuai dan dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi manusia dan alam. Dalam pandangannya, keberlanjutan hutan sangat bergantung pada bagaimana kita memperlakukannya dan seberapa bijak kita dalam menjaga kelestariannya.

Baca Juga :  Ketemu Bung Karno Yang sedang Bersedih

Selain itu, Eka juga mengingatkan pentingnya menjaga sungai sebagai sumber kehidupan. “Sungai adalah urat nadi kehidupan. Jika sungai tersumbat, terganggu, atau tercemar, maka akan menimbulkan masalah besar, baik bagi manusia maupun ekosistem,” kata Eka. Ia menilai, sungai adalah tempat yang sangat vital bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, oleh karena itu harus diperlakukan dengan penuh rasa hormat dan kesadaran tinggi.

Pentingnya Kesadaran Keseimbangan Ekosistem

Dalam wawancara ini, Eka Santosa juga menyoroti pentingnya kesadaran akan keseimbangan ekosistem. Menurutnya, untuk menjaga keberlanjutan bumi, kita harus menghargai dan melindungi setiap elemen kehidupan yang ada, mulai dari manusia, binatang, hingga tumbuhan. “Manusia sebagai makhluk berakal atau eling, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keseimbangan ini,” tambahnya.

Ia menekankan bahwa jika salah satu komponen dalam ekosistem terganggu atau rusak, maka dampaknya akan sangat besar. Hal ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan antara manusia, binatang, dan tumbuhan adalah kunci untuk mencapai keberlanjutan kehidupan di bumi.

Eka juga menegaskan pentingnya peran masyarakat adat dalam menjaga keseimbangan alam. Dalam budaya Sunda, misalnya, terdapat pemahaman yang sangat mendalam mengenai hubungan antara manusia dan alam, yang diwariskan oleh para karuhun (nenek moyang) kepada masyarakat adat. “Kearifan lokal ini sangat penting untuk diteruskan, karena mereka memiliki pengetahuan yang sudah terbukti mampu menjaga keseimbangan alam,” ujar Eka.

Baca Juga :  Sri Rahayu: Politisi PDI-P yang Tegas Memperjuangkan Hak Kesehatan Rakyat dan Aktif dalam Alumni GMNI

Peran Mahasiswa dalam Pelestarian Alam

Sebagai seorang alumni GMNI, Eka Santosa juga mengingatkan para generasi muda, khususnya mahasiswa, untuk turut berperan dalam pelestarian alam. Ia percaya bahwa peran mahasiswa sangat penting dalam memberikan edukasi dan menggerakkan masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan. “Mahasiswa harus menjadi agen perubahan dalam menjaga bumi, karena mereka adalah generasi penerus yang akan mewarisi bumi ini,” kata Eka.

Sebagai alumni GMNI, Eka Santosa mengingatkan kita untuk tidak hanya memikirkan masa depan pribadi, tetapi juga masa depan planet bumi yang kita tinggali. Oleh karena itu, edukasi dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga alam harus dilakukan secara masif, baik di kampus maupun di masyarakat luas.

Kesimpulan

Peringatan Hari Bumi 2025 harus menjadi momen refleksi bagi kita semua tentang pentingnya menjaga bumi. Seperti yang diungkapkan Eka Santosa, bumi adalah “Indung Bumi” yang harus dihormati dan dirawat sebagaimana kita memperlakukan ibu kandung kita. Untuk itu, semua pihak harus bekerja sama dalam menjaga keseimbangan alam, mulai dari hutan, sungai, hingga seluruh ekosistem yang ada. Kita semua memiliki tanggung jawab dalam memelihara bumi demi keberlanjutan kehidupan generasi mendatang. Seperti pesan Eka, menjaga bumi adalah bagian dari ibadah kita sebagai umat beragama, serta bagian dari kewajiban kita sebagai makhluk yang berakal.

Artikel ini telah dibaca 19 kali

Avatar photo badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Bung Moegiono di Mata Prof. Arief Hidayat: Preman Intelek, Marhaenis Sejati

20 April 2025 - 17:08 WIB

Dhia Prekasha Yoedha: Dari Aktivis GMNI Menuju Penggerak Media dan Perlawanan Demokratis

26 Maret 2025 - 18:38 WIB

Ada Arief Hidayat, Hakim MK ada pula Arief Hidayat, Diplomat Karier

25 Maret 2025 - 12:20 WIB

Arif Wibowo: Dari Aktivis GMNI hingga Pilar Demokrasi di Panggung Politik Nasional

21 Maret 2025 - 09:19 WIB

Ario Bimo: Dari Aktivis GMNI hingga Politisi PDIP yang Berpengaruh

21 Maret 2025 - 09:15 WIB

Arif Adi Kuswardono: Dari Aktivis GMNI hingga Penjaga Transparansi Informasi Publik

21 Maret 2025 - 08:54 WIB