Menu

Mode Gelap
Soft Launching Marhaen TV, Sabtu 26 Maret 2022 Mas Tok – Guntur Soekarno : Demokrasi Indonesia itu Demokrasi 50 plus 1 | Bincang Bareng Tokoh 001 GPM Maluku Utara Desak Pertanggungjawaban PLN atas Dugaan Kelalaian di Gane Barat Marhaenisme Bung Karno: Masih Relevan di Zaman Sekarang? Buku Darmo Gandul: Refleksi Kepemimpinan dan Budaya Jawa dalam Sejarah dan Kearifan Lokal

Perempuan · 19 Mar 2025 23:07 WIB ·

Sarinah: Pergerakan Perempuan Menurut Sukarno


					Sarinah: Pergerakan Perempuan Menurut Sukarno Perbesar

Sukarno dikenal sebagai sosok yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Indonesia, termasuk dalam pergerakan perempuan. Meskipun kerap dikaitkan dengan kehidupan pribadinya yang penuh warna, pemikirannya mengenai perempuan menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap kesetaraan dan keadilan sosial. Gagasan ini dituangkan dalam karyanya yang berjudul Sarinah: Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia, yang menempatkan perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa.

Nama Sarinah diambil dari sosok pengasuh Sukarno di masa kecilnya, tetapi lebih dari sekadar nama, Sarinah menjadi simbol perjuangan perempuan dalam melawan sistem patriarki dan ketidakadilan sosial. Konsep ini menggambarkan perempuan Indonesia yang masih berada dalam belenggu struktur sosial lama, namun memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Tiga Tahap Pergerakan Perempuan Menurut Sukarno

Sukarno membagi perjuangan perempuan dalam tiga tahap utama, yaitu tahap keperempuanan, gerakan feminis, dan gerakan sosialis. Setiap tahap ini mencerminkan perjalanan perempuan dalam memperjuangkan hak dan kedudukannya di masyarakat.

1. Tahap Keperempuanan

Tahap awal dalam pergerakan perempuan adalah kesadaran akan identitas keperempuanan, yang sering kali dikaitkan dengan kecantikan, keterampilan domestik, serta peran dalam rumah tangga. Dalam tahap ini, perempuan merasa bahwa menjadi perempuan yang ideal berarti mampu mengurus rumah, memasak, menjahit, serta memiliki penampilan menarik.

Baca Juga :  Jan Prince Permata: Kiprah di Masyarakat dan Peran sebagai Alumni GMNI

Namun, Sukarno menyoroti bahwa tahap ini tidak cukup untuk membawa perubahan sosial yang nyata. Perempuan yang hanya fokus pada aspek keperempuanan cenderung terjebak dalam kenyamanan semu yang sebenarnya hanya bisa dinikmati oleh mereka dari kelas sosial lebih tinggi. Sementara itu, perempuan dari kelas bawah tetap berada dalam eksploitasi ekonomi dan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Lebih jauh, Sukarno mengkritik sistem pendidikan bagi perempuan yang hanya bertujuan untuk mencetak istri yang baik bagi laki-laki, bukan individu yang mandiri dan berdaya. Hal ini justru memperkuat struktur patriarki, di mana perempuan hanya dianggap sebagai pendamping laki-laki, bukan sebagai mitra yang sejajar.

2. Pergerakan Feminis

Ketika kesadaran perempuan meningkat, mereka mulai menolak posisi subordinat yang selama ini ditempatkan kepada mereka. Dalam tahap ini, perempuan menuntut hak yang sama dengan laki-laki, baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, maupun kehidupan sosial lainnya.

Gerakan feminis ini merupakan langkah maju dari tahap keperempuanan karena mengarah pada perubahan struktural dalam masyarakat. Perempuan tidak lagi menerima perlakuan sebagai objek kepemilikan laki-laki, melainkan menuntut kesetaraan hak dan kesempatan. Perempuan pada tahap ini juga lebih berani menyuarakan pendapatnya dan terlibat dalam berbagai aspek kehidupan publik.

Baca Juga :  Negara Hukum Berwatak Pancasila: Meneguhkan Identitas Hukum Indonesia

Namun, Sukarno juga mengingatkan bahwa gerakan feminis sering kali lebih mudah diakses oleh perempuan dari kalangan menengah ke atas. Sementara itu, perempuan dari kelas bawah masih menghadapi masalah ekonomi yang lebih mendesak. Oleh karena itu, kesetaraan gender saja tidak cukup; perlu ada perubahan yang lebih luas dalam sistem ekonomi agar perempuan dari semua lapisan masyarakat bisa mendapatkan keadilan yang sejati.

3. Pergerakan Sosialis

Tahap terakhir yang dikemukakan oleh Sukarno adalah gerakan sosialis, di mana perempuan dan laki-laki tidak lagi berhadapan secara antagonistik, tetapi bekerja sama dalam membangun masyarakat yang lebih adil secara ekonomi dan sosial. Dalam tahap ini, perjuangan perempuan tidak hanya berfokus pada kesetaraan dengan laki-laki, tetapi juga pada penghapusan eksploitasi ekonomi yang menjadi akar dari ketidakadilan gender.

Gerakan ini menekankan pentingnya perubahan sistemik yang melibatkan semua elemen masyarakat. Perempuan tidak hanya berjuang untuk mendapatkan hak yang sama, tetapi juga memastikan bahwa struktur sosial dan ekonomi yang ada mampu mendukung kesejahteraan semua orang, tanpa terkecuali.

Baca Juga :  Tradisi Betawi Andilan Potong Kerbau Jelang Lebaran Idul Fitri

Relevansi Pemikiran Sukarno Saat Ini

Pemikiran Sukarno tentang pergerakan perempuan tetap relevan hingga saat ini. Meskipun telah terjadi banyak kemajuan dalam hal kesetaraan gender, tantangan struktural masih ada, terutama bagi perempuan dari kelompok rentan. Eksploitasi ekonomi, diskriminasi dalam dunia kerja, serta kekerasan berbasis gender masih menjadi masalah yang harus diatasi.

Gerakan perempuan di era modern dapat mengambil inspirasi dari konsep Sarinah dengan terus mendorong perubahan yang tidak hanya berfokus pada hak individu, tetapi juga keadilan sosial secara menyeluruh. Perjuangan perempuan tidak bisa hanya berhenti pada tahap feminisme, tetapi harus melangkah lebih jauh dengan memastikan bahwa sistem sosial dan ekonomi yang ada benar-benar inklusif dan berkeadilan.

Sebagai tokoh bangsa, Sukarno tidak hanya meninggalkan warisan dalam bidang politik, tetapi juga dalam perjuangan kesetaraan gender. Pemikirannya tentang perempuan sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa tetap menjadi pijakan penting bagi gerakan feminisme dan sosialisme di Indonesia hingga saat ini.

Artikel ini telah dibaca 36 kali

Avatar photo badge-check

Penulis